Modul Sekolah Anggaran Desa

LATAR BELAKANG PENYUSUNAN MODUL
Lembaga di tingkat desa yang memiliki peran strategis untuk mendorong akuntabilitas sosial, demokratisasi, dan kesejahteraan warga desa, selain Pemerintah Desa (Kepala Desa dan Perangkat Desa) adalah Badan Permusyawaratan Desa (BPD). Pasal 1 ayat 4 UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa menyatakan bahwa BPD atau dengan sebutan lain adalah lembaga yang melaksanakan fungsi pemerintahan yang anggotanya merupakan wakil penduduk desa berdasarkan representasi wilayah dan ditetapkan secara demokratis. Ada tiga fungsi pemerintahan yang diemban oleh BPD berdasarkan Pasal 55 UU Desa, yakni 1) Membahas dan menyepakati Rancangan Peraturan Desa (Perdes) bersama Kepala Desa; 2) Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat desa; dan 3) Mengawasi kinerja Kepala Desa.
Selama lima (5) tahun implementasi UU Desa, fungsi BPD tersebut belum secara optimal dijalankan. Banyak anggota BPD yang belum sepenuhnya memahami peran dan fungsinya berdasarkan UU Desa yang baru, sehingga BPD lebih tepat dikatakan “mati suri”.
Secara umum, paling tidak ada empat kelemahan BPD. Pertama, dalam penyusunan Peraturan Desa (Perdes) tentang RPJM Desa, RKP Desa, dan APB Desa, misalnya, BPD selalu hadir tetapi cenderung menyepakati begitu saja Rancangan Perdes tersebut. BPD jarang membahas dan tidak pernah membuat catatan internal atas rancangan peraturan desa. Hal ini mengindikasikan bahwa fungsi BPD belum digunakan secara maksimal. Demikian juga dengan proses penyusunan Perdes inovatif lainnya. Sementara itu, Pasal 62 huruf (a) UU Desa dan Pasal 83 Ayat 2 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa menyebutkan bahwa anggota BPD berhak mengajukan usulan Rancangan Perdes.
Kedua, dalam fungsinya sebagai penampung dan penyalur aspirasi/aduan warga, BPD juga masih lemah. Warga desa biasanya langsung menyampaikan usulan atau keluhannya kepada Kepala Desa, Kepala Dusun, dan Perangkat Desa lainnya. BPD belum mengembangkan mekanisme serap aspirasi mandiri di luar proses formal perencanaan pembangunan melalui Musyawarah Dusun (Musdus), Musyawarah Desa (Musdes), atau Musyawarah Pembangunan Desa (Musrenbangdes). BPD juga tidak mempunyai sekretariat atau kantor sendiri yang memungkinkan warga untuk menyampaikan aspirasi atau keluhannya.
Ketiga, terkait fungsi pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa. Di sejumlah desa yang Ketua BPD-nya pernah menjadi pesaing kepala desa terpilih, kontrol yang dilakukan BPD cenderung terlalu ketat, tidak kompromistis, dan cenderung belum tersetruktur. Di desa yang lain, pengawasan BPD relatif longgar. Praktik atas Pasal 61 UU Desa yang menyebutkan bahwa BPD punya hak meminta keterangan atas penyelenggaraan pemerintahan desa (LKPJ) kepada Kepala Desa belum berjalan maksimal. Banyak desa yang belum melaksanakan Musyawarah LKPJ. Kalaupun dilaksanakan, kecenderungannya masih sebatas formalitas, padahal Pasal 51 Ayat 3 PP No. 11/2019 menegaskan bahwa LKPJ digunakan oleh BPD untuk melaksanakan fungsi pengawasan.
Kelemahan keempat adalah rendahnya dukungan Pemerintah Kabupaten/Kota, Provinsi, dan Pemerintah Pusat (supradesa). Pemda dan DPRD belum secara serius melakukan penguatan terhadap BPD. Sosialisasi UU Desa masih dikhususkan kepada Kepala Desa dan Perangkat Desa. BPD hanya dijadikan sebagai pelengkap karena yang dilibatkan hanya perwakilannya—biasanya Ketua BPD. Selain itu, Pemda belum menyediakan alokasi anggaran khusus untuk penguatan BPD di APBD.
Berdasarkan empat kelemahan kinerja BPD di atas, Seknas FITRA berinisiatif untuk mengembangkan Modul Sekolah Anggaran Desa yang dapat dijadikan pegangan dan panduan bagi BPD dan lembaga desa lainnya untuk mendorong tata kelola pemerintahan desa yang lebih transparan, partisipatif, akuntabel, responsif gender, dan inklusif. Lahirnya Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 110 Tahun 2016 tentang Badan Permusyawaratan Desa (BPD) menjadi harapan untuk mempercepat optimalisasi tugas dan fungsi BPD tersebut.
TUJUAN PENYUSUNAN MODUL Modul
Sekolah Anggaran Desa (Sekar Desa) disusun dengan tujuan memberikan kontribusi terhadap peningkatan kapasitas BPD, baik secara individu maupun kelembagaan, Kepala Desa, dan Perangkat Desa, serta lembaga-lembaga di tingkat desa lainnya, termasuk kelompok perempuan, penyandang disabilitas, anak, lansia, petani, nelayan, dan lainnya.
Penguatan kapasitas melalui Sekar Desa difokuskan pada: (1) bagaimana BPD dan Pemerintah Desa mampu melahirkan regulasi-regulasi di tingkat desa (Perdes/Perkades) yang berpihak kepada masyarakat miskin, perempuan, anak, penyandang disabilitas, dan masyarakat rentan lainnya; (2) bagaimana BPD, Pemerintah Desa, dan lembaga desa lainnya mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk membaca dan menganalisis RPJM Desa, RKP Desa, dan APB Desa untuk perbaikan pembangunan di desa; (3) bagaimana BPD dan Pemerintah Desa mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk mengelola dan menyelesaikan aspirasi dan pengaduan yang disampaikan oleh warga desa; dan (4) bagaimana BPD dan warga desa mempunyai kemampuan dan keterampilan untuk melakukan pengawasan terhadap kinerja Kepala Desa dan Perangkat Desa.
RUANG LINGKUP DAN KURIKULUM MODUL
Modul ini membahas beberapa pokok bahasan sebagai berikut: (1) Implementasi UU Desa, mulai dari pemahaman konsep desa membangun dan membangun desa, identifikasi regulasi turunan UU desa, asas pengaturan desa, serta kewenangan dan bidang pembangunan desa; (2) Peningkatan Kinerja BPD, meliputi kedudukan BPD dalam pemerintahan desa, penataan kelembagaan BPD, dan refleksi pelaksanaan fungsi dan tugas BPD, yang akan dijelaskan secara lebih lengkap di pokok bahasan butir (3)–(5); (3) Konsep dasar perencanaan dan penganggaran desa, meliputi prinsip perencanaan dan penganggaran desa, alur serta pendekatan perencanaan dan penganggaran desa, serta pemetaan aktor; (4) Analisis dokumen perencanaan desa, meliputi Sistematika RPJM Desa dan RKP Desa, analisis RPJM Desa dan RKP Desa, serta integrasi gender dalam RPJM Desa dan RKP Desa; dan (5) Analisis APB Desa, meliputi literasi anggaran (budget literacy), analisis APB Desa, serta pengawasan dan penelusuran APB Desa.
PENYELENGGARAAN SEKOLAH ANGGARAN DESA
“Sekolah Anggaran Desa (Sekar Desa)” merupakan ruang bagi BPD, Pemerintah Desa, serta lembaga dan masyarakat desa untuk belajar bersama mengenai tata kelola pemerintahan desa yang baik (good village governance) dan upaya menyelesaikan persoalan di tingkat desa secara mandiri. Oleh karena itu, Sekar Desa mengedepankan nilai-nilai kearifan lokal (local wisdom), kebersamaan, partisipasi, inklusi, taat pada peraturan perundangan, akuntabilitas, persamaan hak, nondiskriminasi, dan keberlanjutan (sustainability).
Sekar Desa dapat diselenggarakan dengan model pelatihan selama empat hari efektif dan/atau dengan model pertemuan reguler yang diselenggarakan dua minggu sekali atau sebulan sekali tergantung pada kesepakatan dan kelonggaran waktu BPD, Pemerintah Desa, lembaga desa, dan kelompok masyarakat desa lainnya. Penyelenggaraan Sekar Desa dapat bertempat di Balai Desa, Sekretariat BPD, rumah anggota BPD, atau rumah warga.
PENGGUNA MODUL SEKOLAH ANGGARAN DESA
Modul Sekar Desa ini diperuntukkan bagi fasilitator dari organisasi masyarakat sipil (OMS), Pendamping Lokal Desa (PLD), Pendamping Desa (PD), atau pemerintah yang mempunyai tugas menguatkan kapasitas BPD saat menjalankan fungsi dan tugasnya. Modul ini juga dapat digunakan oleh Ketua atau anggota BPD yang telah dilatih dengan modul ini untuk membagikan pengalaman dan praktik-praktik analisis kepada anggota BPD lainnya.

  • Version
  • Total ukuran file 8.95 MB
  • Jumlah file 1
  • Tanggal upload 21/02/2022
  • Update terakhir 22/02/2022
FileAction
Modul Sekolah AnggaranDownload
Modul Sekolah Anggaran Desa